Pengawasan Hukum Pertambangan Liar, Lemah

JAKARTA  – Ombudsman RI telah menyelesaikan kajian sistemik terkait penegakan hukum pertambangan ilegal, yang antara lain menunjukkan masih lemahnya pengawasan dari pemerintah dan penegak hukum atas aktivitas tambang liar.

Anggota Ombudsman RI, Laode Ida dalam konpers virtual di Jakarta, Rabu menjelaskan mengenai pola aktivitas pertambangan ilegal, pengabaian kewajiban hukum oleh Pemerintah dalam tata kelola Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan masih lemahnya pengawasan pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap pertambangan ilegal.

Hasil tinjauan lapangan Ombudsman RI menemukan beberapa pola pertambangan ilegal yang dilakukan diantaranya Pertambangan tanpa izin (PETI) oleh masyarakat, pertambangan tanpa izin oleh oknum kelompok masyarakat/ormas, pertambangan ilegal oleh badan usaha, serta pertambangan Ilegal di dalam kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Terkait dengan maraknya aktivitas pertambangan illegal oleh masyarakat disebabkan karena sulitnya untuk mendapatkan akses legal terhadap Izin Pertambangan Rakyat (IPR) anggota Ombudsman RI, Laode Ida menjelaskan terdapat dua permasalahan pokok dalam penerbitan dan tata kelola IPR oleh Pemerintah baik pusat dan provinsi.

Pertama, belum adanya peraturan di tingkat Pemprov yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan tata kelola IPR. Kedua, mengenai penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR).

“Banyaknya pertambangan ilegal yang dilakukan masyarakat karena WPR yang telah ditetapkan pemerintah tidak memiliki kandungan mineral dan batubara, sehingga banyak yang menambang secara ilegal di wilayah yang memiliki potensi tambang. Padahal, di dalam ketentuan UU Minerba tepatnya di Pasal 24 dijelaskan bahwa Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR,” jelas Laode Ida.

Lihat juga...