Sang Santo yang Terbunuh di Aceh
CATATAN RINGAN T. TAUFIQULHADI
Salah satu dari para pencari daerah baru dan pemburu kaum Sarasen itu tercatatlah seorang pemuda Berthelot di atas. Lahir di Honfleur, Prancis, pada usia 19 tahun, anak muda ini nekad naik ke kapal, L’Esperence, menuju Asia Timur. Tapi di tengah jalan, kapal dagang Prancis ini ditawan oleh kapal Belanda karena alasan persaingan perdagangan.
Tidak terduga dan sangat ketakutan, dalam rangka berharap perlindungan Tuhan, ia bergabung dengan sebuah ordo dalam Katolik, yang dikenal dengan nama Karmel tak Berkasut, di Goa, India. Setelah itu, ia benar-benar dapat perlindungan karena diterima untuk bergabung dalam pasukan Portugis yang mempertahankan Malaka.
Sejak bergabung dengan Ordo Karmel tak Berkasut ini, namanya pun berubah menjadi Denis of the Divinity, yang di lingkungannya dipanggil sebagai Father Denis karena ia juga menjadi pengkhutbah. Lama di Malaka dan pernah ditugaskan di Makassar selama tiga tahun, ia jadi paham seluk-beluk Nusantara dan fasih menggunakan lingua franka Nusantara, bahasa Melayu. Karena kemampuan ini, selain menjadi pembuat peta raja dan pengkhutbah, Berthelot sering ditunjuk menjadi juru runding. Ia telah berkembang menjadi diplomat untuk kepentingan Portugis.
Tapi dengan status yang terakhir inilah, nasibnya menjadi nahas. Ia dikirim ke Aceh untuk menemui penguasa Aceh saat itu. Kebetulan Aceh saat Berthelot tiba telah berganti raja. Sultan Iskandar Muda, musuh bebuyutan Portugis, telah mangkat. Ia digantikan oleh menantunya, yang sama keras dan sama tanpa ampun, yang wilayah taklukannya hingga ke Tiku, Sumatera Barat sekarang. Hasil perdagangan andalan Aceh saat itu adalah lada.