Sang Santo yang Terbunuh di Aceh

CATATAN RINGAN T. TAUFIQULHADI

T. Taufiqulhadi (CDN/Istimewa)

Saat jamuan  dimulai, muncul sejumlah perempuan yang membawa hidangan  dalam bejana.   “Setiap bejana tertutup dengan kain bertatahkan emas  atau sutera bersulam emas dan permata,” ungkap Beaulieu. Semua perangkat jamuan lain pasti terbuat dari emas. Ketika tiba saatnya makan, Beaulieu mengungkap dengan rendah diri. “Saya rasa makanannya sangat enak karena telah dibumbui.”

Selesai makan, muncullah 20 perempuan yang semua berparas memesona, yang manari sambal menyanyi. Nyanyian yang mengisahkan tentang kemenangan Sultan Iskandar Muda dalam setiap peperangan. Setelah tarian menarik ini selesai, tiba-tiba dari lubang pintu kecil, tulisnya, muncullah dua perempuan. “Saya sulit percaya ada perempuan seputih itu di negeri panas ini,” lanjutnya. Dua gadis, yang menurutnya, berbusana aneh ini sangat rupawan. “Pakaian yang mereka kenakan begitu rupa sehingga saya merasa belum pernah melihat tandingannya, dan hal ini membuat saya sulit mengungkapkan keelokannya, kecuali semuanya terbuat dari emas,” tulisnya. Setelah menikmati jamuan makan dan menyaksikan suguhan kesenian istana Aceh, ia memberi komentar akhir, “Karena telah berulang kali menyaksikan pertunjukan di Prancis, saya pikir, mereka yang menganggap diri paham tentang seni tari dan melihat tarian tadi, akan berpendapat bahwa tarian tersebut tidak mengesankan kebiadaban,” tulisnya sesampai ia di kapal malam itu.

Sultan ini mangkat ketika ia juga sedang mempersiapkan pasukan untuk menyerbu Malaka pada 1636, dan digantikan oleh menantunya Sultan Iskandar Tsani. Sultan baru pun melanjutkan persiapan untuk menyerbu Malaka. Di tengah persiapan itulah, Berthelot datang sebagai diplomat, yang rencananya, untuk merundingkan agar sultan baru itu jangan melancarkan serangan ke Malaka. Tapi ada yang tidak disadari oleh sultan ini dan Portugis, yaitu Belanda.

Lihat juga...