Belajar Tasawuf

OLEH: HASANUDDIN

Mereka inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah sebagaimana sabda Beliau: “Berakhlak-lah kalian dengan Akhlak Allah“.

Hadits ini, seolah-olah Rasulullah menyampaikannya di hadapan para waliullah yang telah memperoleh bimbingannya, lalu Rasulullah melepas mereka dalam suatu acara inaugurasi dengan menyampaikan pesan “Berakhlak-lah kalian dengan akhlak Allah“.

Jika para wali yang telah dibina oleh Rasulullah ini bersungguh-sungguh melaksanakan amanah Rasulullah di atas, mereka inilah yang dalam hadits Qudsi disebut dengan “hamba Allah yang dicintai”. Hadits Qudsi itu berbunyi, “Ketika Aku telah mencintai seorang hamba, maka Aku menjadi pendengarannya, penglihatan, tangan, dan lidah baginya. Dengan-Ku ia mendengar, dengan-Ku ia melihat, dengan-Ku ia memukul, dengan-Ku ia berjalan“.

Juga sebagaimana firman-Nya, “Dan katakanlah, kebenaran telah datang dan kebatilan telah hilang” (QS. Al-Isra (17): 81).

Huruf yang terakhir adalah huruf ف yang berarti al-fanai fillah (meleburkan diri dengan Allah swt). Maksudnya, meniadakan diri selain diri Allah swt dalam perhatiannya. Ini berarti sifat-sifat kemakhlukan dalam dirinya telah tertanggalkan, sehingga seluruh tindakannya telah merupakan manifestasi dari keilahian. Hal inilah yang dimaksud dalam Al Qur’an surah Al-Qashash ayat 88, “Segala sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah“.

Demikianlah pengertian tasawuf, menurut para sufi. Tentu saja setiap orang Allah berikan nikmat dan karunia-Nya berbeda-beda derajat dengan ukurannya. Sehingga kita kemudian memperoleh pengertian terminologi tentang tasawuf dari para sufi yang berbeda-beda pula. Namun, semua itu tentu mereka sampaikan sebagaimana hidayah yang mereka peroleh dari Allah swt.

Lihat juga...