Hikayat Tari Amba Nitis Sewu
CERPEN IDNAS ARAL
Kebulatan tekad dan batin Ning yang penuh, akhirnya berbuah restu Ki Ponco dan ia sendiri yang akan melatih Ning menjadi penari Amba Nitis Sewu.
Sudah sekitar seabad, tari itu tidak pernah dimainkan lagi. Tetapi ilmu untuk mempelajarinya terus diajarkan secara turun menurun secara rahasia.
Tari Amba Nitis Sewu termasuk tari yang wingit. Menuntut beberapa syarat laku bagi penarinya. Ning diharuskan menjalani laku pati urup. Yakni, ia tidak boleh menggunakan penerangan untuk segala kegiatannya di malam hari.
Sedangkan siangnya, ia diharuskan laku pati mripat. Mata Ning ditutup kain agar tidak bisa melihat. Kedua laku itu dijalankan Ning selama 10 hari dan malam (harmal). Tujuan dari pati urup adalah ketajaman mata Ning diasah dengan kegelapan, sedangkan pati mripat ditujukan agar pelaku mengasah ketajaman indera selain mata.
Setelah 10 harmal terlewati, Ning menjalani pati omong atau tapa mbisu hingga hari pertunjukan. Ia tidak boleh mengungkapkan kehendak dan maksud dengan kata-kata. Ia hanya boleh membatin lalu mengungkapkannya dengan sorot mata.
Kesulitan laku ini adalah Ning diharuskan tetap bersinggungan dengan orang lain, baik di pasar, di kali, atau di jalan tanpa memberi tahu bahwa dirinya sedang menjalani laku pati omong.
Setelah 7 harmal dilakoni, orang-orang yang bertemu dan berbicara dengan Ning sama sekali tidak sadar bahwa baru saja Ning bercakap tanpa pernah berkata-kata sekalipun. Batin Ning dan sorot matanya dapat mengimbangi percakapan mereka.
Lalu setelah lewat dari sepuluh hari, Ning telah mampu memerintah binatang dengan menatap matanya. Pada 7 hari sebelum pertunjukan, Ning diharuskan menjalani laku nggremet, yakni bergerak dengan sangat lambat di dalam setiap kegiatan kesehariannya.