Hikayat Tari Amba Nitis Sewu
CERPEN IDNAS ARAL
Ki Ponco mengangkat tubuh Ning yang jatuh pingsang. Ia bopong tubuh anaknya itu menjauh dari keriuhan babak pungkasan Amba Nitis Sewu. Meski sudah tak bernyawa lagi, tubuh naas raja masih terus dihunjami kesakitan. Baru setelah orang keseribu, semua berhenti; gamelan berhenti, semua orang jatuh pingsan, mereka terlelap hingga malam berakhir.
***
ESOKNYA tak ada yang ingat apa yang semalam terjadi. Tubuh raja yang hancur tercabik-cabik adalah satu-satunya penanda bahwa telah terjadi sesuatu. Tetapi tak ada yang sanggup mengingat. Peristiwa tarian Ning seperti tidak pernah ada di dalam ingatan siapa pun. Kecuali seorang laki-laki berbatin kuat.
Ia hadir di sana tetapi tidak turut hilang kesadaran sebagaimana orang-orang yang tersirap oleh Tari Amba Nitis Sewu yang dimainkan Ning. Tetapi ia memilih merahasiakan itu semua dengan mengaku bahwa ia pun turut pingsan.
Dialah satu-satunya yang tahu bahwa Ning dan Ki Poncolah dalang dari pembunuhan Sang Raja. Tetapi ia memilih diam karena hatinya terlanjur jatuh cinta dengan gadis penari yang setelah peristiwa itu tidak pernah ia jumpai lagi. Dari keturunan lelaki itulah kisah ini sampai padaku. ***
Idnas Aral, sutradara dan penulis lakon di Teater Sandilara. Tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah. Buku yang sudah diterbitkan naskah lakon SRI (2017), Tentang Ketidakpastian (Kumpulan Cerpen dan Lakon Pendek, 2018), dan Catatan Gumam (2020).
Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain. Disediakan honorarium bagi karya yang ditayangkan.