Insentif Pajak Bidang Kesehatan Baru Terserap 15 Persen
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
JAKARTA — Pemanfaatan insentif perpajakan barang dan jasa bidang kesehatan masih belum maksimal. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan mencatat, hingga awal Agustus 2020, realisasinya baru mencapai 15,5 persen atau setara Rp1,4 triliun dari total alokasi anggaran sebesar Rp9,05 triliun.
“Secara umum serapan anggaran penanganan Covid-19 bidang kesehatan memang masih minim, hanya 7,78 persen atau Rp6,3 triliun dari total alokasi anggaran yang disiapkan sebesar Rp87,55 triliun. Yang paling belum maksimal dari situ adalah insentif perpajakan,” ujar Dirjen Perbendaharaan, Andin Hadiyanto, Senin (10/8/2020) secara virtual.
Seperti diketahui, terdapat dua produk hukum fasilitas pajak dan kepabeanan yang diarahkan khusus untuk penanganan pandemi Covid-19 yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28/2020 dan PMK Nomor 83/2020.
Melalui aturan tersebut PMK 28/2020, pemerintah memberikan fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak (BKP/JKP) dari dalam daerah pabean maupun JKP dari luar daerah pabean.
Kemudian juga fasilitas PPN tidak dipungut atas impor BKP, dan fasilitas pembebasan PPN atas impor BKP yang terkait dengan pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean.
“Barang dan jasa yang perolehannya tidak dipungut PPN antara lain obat-obatan, vaksin, alat laboratorium, APD, hingga jasa seperti jasa konstruksi, konsultasi, jasa persewaan, dan barang atau jasa lainnya yang diperlukan untuk penanganan Covid-19. Insentif ini berlaku Maret-September 2020,” tukas Andin.
Dari sisi kepabeanan PMK 83/2020, pemerintah memberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan cukai, fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut, dan fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 impor atas 49 jenis barang yang untuk penanganan pandemi Covid-19 seperti tercantum dalam lampiran PMK tersebut.