Mengenal Rumah Adat Kranggan yang Masih Terjaga

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Menurutnya, rumah zaman dulu di bangunan itu ada filosofi tersendiri. Ia menyebutkan, semua titik seperti segi tiga bawah kotak tiang, dan tangan-tangan mempunyai makna yang berarti pancaran lima syahadat.

“Rumah ini, usianya sudah ratusan tahun. Semua masih asli seperti menggunakan balai bambu meskipun sudah beberapa kali direnovasi. Di tempat lain, sudah dimodifikasi seperti menggunakan ubin kayu,” tukasnya.

Lebih lanjut Abah Saman menyebutkan bahwa rumah peninggalan leluhurnya tersebut memiliki luas areal 1500 meter persegi dan semuanya digunakan sebagai bangunan rumah.

Rumah tersebut  kerap dipakai sebagai tempat pertemuan keluarga atau pun musyawarah. Karenanya modelnya pun los. Menurut pengakuan Abah Saman, rumah keluarganya tersebut pernah mau dibuatkan SK sebagai rumah cagar budaya, tetapi tentu harus dipertimbangkan lebih matang.

“Ini rumah keluarga, jadi segala sesuatu harus dipertimbangkan bersama. Kami sudah ditawari untuk dibuatkan SK sebagai rumah budaya,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan, sampai sekarang ada beberapa tipe rumah adat Kranggan. Tetapi untuk di Kranggan disebutkan, ada tiga tipe yang diketahuinya. Misalnya seperti tipe anjing tagog (anjing duduk), desain atapnya berbentuk segitiga dengan atap yang posisinya menghadap ke arah depan.

Lalu model jolopong atau simpai dalam bahasa Kranggan disebut sempek. Rumah adat ini memiliki dua bidang atap saja yang dipisahkan oleh jalur suhunan pada bagian tengah rumah. Desain rumah yang satu ini memiliki bentuk paling sederhana karena berbentuk seperti pelana yang memanjang.

Kemudian model potongan perahu tengkurep atau limas terdiri atas empat bagian utama, dua bagian depan dan dua bagian belakang. Bentuknya menyerupai trapesium dengan dua bagian pada sisi kanan dan kirinya berbentuk segitiga sama sisi.

Lihat juga...