“Menjadi Ilahi”

OLEH HASANUDDIN

MAHASUCI Allah yang telah menciptakan manusia dengan “kedua tangan-Nya”, sebagaimana kehendak-Nya memuliakan Adam dan keturunannya, sehingga memiliki kemampuan memikul amanah, yang tidak sanggup di pikul oleh langit, bumi maupun gunung-gunung.

Shalawat atas junjungan Nabiullah Muhammad saw, kekasih-Nya, cahaya di atas cahaya, pena utama, manifestasi dari akhlak Al-Quran; penerima jiwa dan akal universal, sehingga menjadi rahmatan lil ‘alamiin.

Beliau dalam keindahan sifat-Nya telah bersabda: “Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya”. “Seorang mukmin melihat dengan cahaya-Nya”.

Kesucian ma’rifat  kepada Allah terdiri atas kesucian ma’rifat dengan sifat-sifat Allah dan kesucian ma’rifat dengan dzat-Nya. Kesucian ma’rifat dengan sifat-Nya bisa diperoleh melalui talqin dan pembersihan cermin hati dengan nama-nama-Nya dari hasrat kemanusiaan dan hasrat kebinatangan. Jika hati telah suci (terbebas) dari hasrat kemanusiaan, dan hasrat kebinatangan, mampulah hati itu melihat cahaya Allah dengan mata hatinya, dan mampu melihat pantulan keindahan-Nya.

Pembersihan hati dilakukan dengan senantiasa mengucapkan nama-nama Allah, hingga jika telah sempurna, akan menghasilkan pengetahuan tentang sifat-sifat-Nya dengan menyaksikan sifat-sifat-Nya melalui cermin hati.

Sedangkan kesucian ma’rifat yang terkait dengan dzat-Nya terdapat dalam sirr. Kesucian ini hanya dapat diraih dengan bergantung kepada tiga nama tauhid yang terakhir dari dua belas nama Allah yang terdapat dalam inti sirr, dengan cahaya tauhid. Demikianlah yang disampaikan Syekh Abdul Qadir al-Jailani (semoga Allah senantiasa merahmatinya).

Lihat juga...