Sali Menuntun Sapi

CERPEN BUDI WAHYONO

TUBUHNYA yang terhitung kurus dan dalam keseharian selalu memakai kaos berbagai merk seolah menjadi penanda Sali. Terlebih rambutnya yang awut-awutan tidak pernah tersentuh sisir, semakin menguatkan penampilan lelaki 65 tahun itu.

Sisiran baginya cukup dengan jari-jari tangan. Menjadi benar kalau ketiga anaknya sering berseloroh agar Pak Sali suka mengenakan topi. Tujuannya biar rambut yang semrawut itu dapat diselamatkan.

Tetapi bagi Sali, topi hanya mengusung rasa sumuk. Tidak lebih. Maka, kembali lagi dia tampil dengan format kepala apa adanya, telanjang. Hidup hanya sebagai seorang penambal ban, mengapa penampilan saja diatur kelewat njlimet?! Pertanyaan itu sering meletup dan memedas di benak kepalanya.

Sali masih terus melayani para pesepeda yang minta tambahan angin untuk sepeda motor dan sepeda ontel. Sudah belasan pemilik sepeda minta bantuannya. Terlebih musim orang gila berolah raga sepeda pagi seperti sekarang ini.

Kalau pemilik satu sepeda mengulur jasa dua ribu rupiah, itu tandanya dia sudah mendapatkan penghasilan di atas tiga puluh ribu rupiah. Padahal, hari masih panjang. Masih beberapa jam.

Uang akan terus mengalir kencang. Dan dia pantas bersyukur dengan pekerjaannya sebagai penambal ban. Terlebih kalau ada orang menambalkan, uang sepuluh ribu rupiah akan nyelonong masuk kantongannya.

Belum penjualan ban dalam dan ban luar kalau kebetulan ada ban yang bobrok alias tidak layak pakai – itu juga rezeki Pak Sali.

“Penggemarmu banyak ya Kang,” seloroh tukang kebun Sekolah Dasar yang sering sarapan soto di warung isteri Sali. Kebetulan juga sekolah itu terletak di depan warungnya.

Lihat juga...