Miskomunikasi Sains Akibatkan Tujuan Kajian Ilmiah Megathrust tak Terwujud
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Masyarakat panik membahas gempa megathrust. Semua karena hasil kajian yang dikeluarkan oleh ahli kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) baru. Sayangnya, paniknya masyarakat bukanlah membahas tentang antisipasi menghadapinya tapi hanya membahas kejadiannya.
Keprihatinan ini disampaikan Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Dr. Daryono, yang menyatakan masyarakat sudah salah paham memahami hasil kajian tersebut.
“Para ahli dalam menciptakan model potensi bencana sebenarnya ditujukan untuk acuan upaya mitigasi. Tetapi sebagian masyarakat memahaminya kurang tepat, seolah bencana akan terjadi dalam waktu dekat,” kata Daryono saat diminta pendapatnya, Senin (28/9/2020).
Masalah miskomunikasi sains seperti ini, ungkapnya, kerap terjadi karena adanya gap antara konsep ilmiah yang dimiliki para ahli dengan masyarakat yang memiliki ragam latar belakang dan pengetahuan.
“Kasus semacam ini tampaknya masih akan terus berulang, pastinya harus kita perbaiki dan akhiri,” ujarnya.
Kepanikan ini, juga bukanlah yang pertama. Sudah seringkali terjadi dan berulang sejak tsunami 2004 di Aceh.
“Gaduh akibat potensi gempa megathrust dan tsunami selalu muncul, setiap para ahli mengemukakan pandangan mengenai potensi gempa dan tsunami,” ucapnya.
Masyarakat kagetan ini, akhirnya, tidak memahami makna sebenarnya kajian itu dilakukan. Apalagi kalau ditambah dengan hanya membaca judul berita bombastis tanpa membaca isinya.
“Terkadang ada media yang menyajikan berita yang tidak utuh dalam mengutip narasumber. Sehingga muncul berita sepotong-sepotong yang akhirnya menimbulkan salah persepsi di tengah-tengah masyarakat,” ungkap Daryono.