Peneliti Tegaskan Gempa tak Bisa Diprediksi
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Para peneliti kembali mengingatkan, bahwa belum ada teknologi maupun metodologi yang bisa memprediksi kapan akan terjadinya gempabumi dan tsunami. Suatu kajian merupakan suatu pembaharuan atas penelitian sebelumnya, dan merupakan suatu dasar dalam menyusun kebijakan mitigasi bencana.
Guru Besar Bidang Seismologi Institut Teknologi Bandung, Prof. Dr. Sri Widiyantoro, yang merupakan bagian dari tim kajian ilmiah terkait megathrust di selatan Jawa, menjelaskan, bahwa penelitian yang baru lalu dipublikasikan merupakan hasil dari kerja sama lintas lembaga.
“Riset ini dimulai dari rasa ingin tahu tentang sumber gempa megathrust dan bertepatan dengan peluang penawaran penelitian dari ITB. Dan, saat dilakukan penelitian, ditemukan hal yang menarik, yaitu adanya zona relatif sepi gempa atau seismik gempa,” kata Widiyantoro, dalam vicon Kemristek/BRIN, Rabu (30/9/2020).
Zona sepi gempa atau yang bisa dianggap sebagai zona potensi megathrust ini terjadi sebagai pertemuan dari dua lempeng yang menciptakan wilayah terkunci, yang di bawahnya terjadi akumulasi energi gempa.
“Simulasi yang dilakukan selama 300 menit dengan model sumber gempa berdasarkan hasil inversi data GPS di sisi barat, menimbulkan tsunami setinggi maksimum 20 meter di sisi barat. Jika simulasi dilakukan di sisi timur, maka tinggi tsunami maksimum akan terjadi di sisi timur. Jika ke dua skenario ini digabungkan, yaitu skenario terburuk, maka salah satu akan mencapai 20 meter dan sisi lainnya 12 meter,” urainya.