Peneliti Tegaskan Gempa tak Bisa Diprediksi

Editor: Koko Triarko

Kepala Pusat Gempa Nasional (PUSGEN), Danny Hilman Natawidjaja, menyatakan isu megathrust ini sama sekali bukan isu yang baru. Penelitian pada 2013 pun sudah dikemukakan terkait seismik gap ini.

“Penelitian ini hanya update dari penelitian sebelumnya. Dulu yang terlihat adanya seismik gap itu di Mentawai dan di Jawa. Sekarang hanya di Jawa saja,” kata Danny.

Dan, ia juga menyatakan potensi gempabumi dan tsunami yang besar di Jawa, lebih susah untuk diteliti dibandingkan di Sumatra.

“Selatan Jawa memang lebih menantang dibandingkan selatan Sumatra, karena tidak adanya pulau di sisi luar untuk diletakkan alat pemantau. Selain itu, siklus gempa di Sumatra pun sudah terpantau. Seperti siklus Mentawai atau Siklus Nias. Sementara di Jawa ini belum ada catatan siklusnya,” ucapnya.

Terkait berbagai pertanyaan prediksi kapan terjadinya megathrust, Danny menegaskan, bahwa belum ada teknologi dan metodologi saat ini yang mampu memprediksi gempabumi dan tsunami.

“Karena parameternya juga banyak. Ada variabel kekuatan gempa, kedalamannya, frekuensinya. Dan, yang paling penting adalah siklusnya juga berpengaruh,” tandasnya.

Isu yang menyatakan, bahwa ada teknologi yang mampu mendeteksi gempabumi dan atau tsunami tiga hari sebelum waktu terjadinya, ditolak oleh Peneliti Seismologi Endra Gunawan, yang juga merupakan bagian dari tim kajian megathrust di selatan Jawa.

“Prediksi gempa yang menggunakan Radon sudah dilakukan peneliti luar negeri sejak 1970an. Yang terbaru adalah tahun 2000an, penelitian lanjutan terkait penggunaan Radon itu dinyatakan ambigu, sehingga tidak bisa mendefinisikan secara jelas. Atau bisa dikatakan prediksinya tidak akan tercapai dengan penggunaan Radon,” katanya, tegas.

Lihat juga...