Suka dan Duka Menjaga Keberlanjutan Ekologi Kawasan Wisata Bahari
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
LAMPUNG – Terjangan tsunami merusak seluruh pesisir pantai barat Lampung Selatan masih terngiang di benak Saiman Alex. Peristiwa yang telah terjadi 22 Desember 2018 silam itu merusak kawasan pesisir sumber penghidupan warga. Tsunami telah merusak fasilitas wisata bahari, mengangkat terumbu karang dan merusak habitat biota laut.
Berangkat dari nol menjadi titik balik bagi warga pesisir pantai yang sumber kehidupannya porak poranda. Menata fasilitas objek wisata, menata habitat dan mengembalikan fungsi laut jadi fokus bersama. Kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Minang Ruah sebut Saiman Alex, telah kehabisan modal. Perahu, saung, tempat sampah, penangkaran penyu rusak.
Mimpi untuk menjadikan pantai Minang Ruah menjadi kawasan ekologis berkelanjutan pupus. Namun berkat dukungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pemerintah daerah, pemerhati lingkungan, pengelola secara swadaya pembenahan dilakukan. Pasir yang porakporanda dikembalikan dan semua fasilitas dibangun bertahap.
“Hampir setahun setelah tsunami kondisi pantai belum kembali bagus, pasir yang biasanya bersih rusak oleh material sampah, terumbu karang besar terserak, selanjutnya dibersihkan dan kontur pantai berubah,” cetus Saiman Alex saat dikonfirmasi Cendana News, Rabu (23/9/2020).
Saiman Alex menyebut imbas kontur pantai berubah, penyu hijau yang kerap menepi untuk bertelur hilang. Hingga masuk tahun 2020 sejak awal Juni pengelola mulai menemukan sejumlah lokasi bertelur penyu. Lingkungan pantai yang terhubung dengan muara sungai, pasir dan batu karang menjadi sistem biologis yang mampu menghidupi keanekaragaman hayati.