Suka Duka Usaha Peti Mati di Tengah Pandemi

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

SEMARANG — Tri Wahono hanya bisa pasrah, tumpukan peti mati dagangannya tak kunjung laku. Pandemi covid-19 ternyata berdampak negatif, pada usaha yang sudah ditekuni selama puluhan tahun tersebut.

“Banyak kenalan saya yang bilang, ‘Wah kamu untung banyak, pandemi covid-19, yang beli peti mati banyak’, tapi nyatanya tidak. Justru dengan adanya covid-19, usaha saya merugi,” paparnya, saat ditemui di tempat usaha miliknya, Jalan Kyai Saleh, kawasan Bergota Semarang, Jumat (25/9/2020).

Buat perbandingan, sebelum ada pandemi, dalam seminggu rata-rata dirinya bisa menjual 7-8 peti mati. Kini, dalam sebulan hanya 1-2 peti yang berhasil dijualnya.

“Sekarang ini justru susah, karena misalnya ada orang yang meninggal, berstatus covid, seluruh proses pemakaman dilakukan oleh pihak rumah sakit. Termasuk dalam penyediaan peti mati dan perlengkapan lainnya, mulai dari patok nisan hingga kain kafan,” paparnya.

Akibat “dikuasai’ rumah sakit, pedagang perlengkapan pemakaman kecil, seperti dirinya pun tersisihkan.

Tri tidak menampik, jika ada toko perlengkapan pemakaman yang tetap laris di kala pandemi seperti sekarang, namun bisa dipastikan rata-rata mereka merupakan rekanan dari rumah sakit.

“Mereka rata-rata rekanan dari rumah sakit. Jadi sudah kerjasama, mereka memasok peti mati dan perlengkapan lainnya ke rumah sakit. Saya sebenarnya juga pernah ditawari, tapi saya tolak karena bayar dibelakang. Modalnya besar, saya tidak punya,” terang pemilik toko perlengkapan kematian Nur Sofia tersebut.

Dicontohkan untuk harga peti mati, rata-rata dihargai Rp1 juta, jika kemudian ada pesanan 20 peti, setidaknya dia harus menyiapkan modal di awal Rp20 juta.

Lihat juga...