Usaha Kuliner Bantu Penyerapan Hasil Panen Petani Pisang Lamsel
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
LAMPUNG – Imbas penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdampak pada penurunan penyerapan komoditas pisang.
Jahri, petani pisang di Desa Penengahan, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan menyebut hasil panen sebanyak 3 ton hanya terserap 2 ton. Sebab sebagian pengepul mengurangi pasokan.
Pengurangan pasokan komoditas pisang menurutnya imbas usaha kuliner tidak beroperasi. Sebagai alternatif pasokan pisang dijual ke pedagang kuliner yang ada di wilayah Bakauheni. Sebelumnya serapan pisang berbagai jenis hasil pertanian dikirim ke Jakarta, Banten. Selama masa PSBB DKI Jakarta pengalihan kiriman komoditas ke sejumlah kota di Lampung dan Sumatera Selatan.
Penyerapan komoditas pisang yang berkurang menurutnya berimbas stok melimpah. Panen pisang yang dilakukan dua pekan sekali membuat harga menurun rata-rata Rp1000 hingga Rp500 per kilogram. Semula jenis pisang tanduk janten, raja, kepok dijual Rp3.000 per kilogram hanya dijual Rp2.000 per kilogram.
“Daripada komoditas pertanian tidak laku terjual lebih baik tetap dijual meski harga anjlok dan bisa terserap oleh pedagang kuliner yang ada di Bakauheni, hingga ada kelonggaran penerapan PSBB DKI Jakarta,” terang Jahri, saat ditemui Cendana News, Senin (21/9/2020).
Hasil pertanian pisang paling dominan menurutnya jenis kepok, janten untuk diolah menjadi berbagai jenis kuliner. Sebagian pisang dijual untuk buah segar jenis muli, ambon dan raja. Berbagai jenis pisang tersebut dibeli dengan sistem timbangan oleh pengepul. Selain oleh pengepul sebagian pisang diperam agar matang untuk dijual ke pedagang gorengan.
Tukimin, pengepul komoditas pisang mengaku, pemilik lapak di Jakarta mengurangi stok. Pengiriman pisang yang dikurangi menurutnya imbas pemilik usaha gorengan mulai berkurang. Sejumlah aktivitas pasar yang menjadi tempat memasok komoditas pisang menurutnya tidak beroperasi penuh.