Antisipasi La Nina, BMKG Gunakan Jaringan Sekolah Lapang
Redaktur: Satmoko Budi Santodo
Peristiwa La Nina telah terjadi selama ratusan tahun dan terjadi secara teratur, selama awal abad 17 dan 19. Sejak awal abad ke-20, peristiwa La Nina telah dicatat pada tahun 1903-1904, 1906-07, 1909-1911, 1916-18, 1924-25, 1928-30, 1938-39, 1942-43, 1949–51 , 1954–57, 1964-65, 1970–72, 1973–76, 1983–85, 1988–89, 1994–95, 1998–2001, 2005–06, 2007–08, 2008–09, 2010–12, 2016 , 2017–18 serta 2020.
Selama tahun-tahun La Nina, meningkatkan pembentukan siklon tropis di Samudra Pasifik bagian barat. Pada La Nina 2008, suhu permukaan laut di Asia Tenggara turun sebesar 2°C yang berdampak menyebabkan hujan lebat di Malaysia, Filipina, dan Indonesia.
Untuk menyikapi kondisi ini, BMKG melakukan beberapa antisipasi melalui jaringan Sekolah Lapang BMKG. Baik yang ditujukan pada nelayan maupun petani.
Kepala Bidang Informasi Iklim Terapan BMKG, Marjuki, menyebutkan, secara teknis, penanganan lahan saat musim hujan memang merupakan ranah Kementerian Pertanian.
“Kami dari BMKG akan memberikan info terkait potensi apa saja yang akan terjadi dengan adanya La Nina,” kata Marjuki saat dihubungi terpisah.
Kondisi La Nina menurutnya, akan mempercepat beberapa wilayah memasuki musim hujan dan atau akan memperpanjang lamanya musim hujan di suatu wilayah.
“Sehingga perlu diambil langkah antisipasi pada sektor pertanian dengan mempertimbangkan jenis komoditasnya,” tandasnya.
Kepala Bidang Informasi Meteorologi Maritim BMKG, Dr. Andri Ramdhani, menyatakan, La Nina berpotensi meningkatkan cuaca ekstrem di Indonesia, diantaranya adanya hujan lebat yang biasanya disertai peningkatan kecepatan angin.