Belajar dari Tenggelamnya KM Tanjung Permai di Selat Badung

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Pelajaran penting yang harus diingat dari kejadian karamnya kapal ikan KM Tanjung Permai di Selat Badung, Selasa (6/10), bahwa kru kapal ikan sebelum berlayar harus selalu memperhatikan prakiraan cuaca, terutama angin, peringatan dini pola dan kecepatan angin, serta arah dan tinggi gelombang ekstrem dan menyesuaikan dengan kapasitas kapalnya.

Peneliti Oseanografi Terapan, Widodo Setiyo Pranowo, menyampaikan berdasarkan kronologis Tim SAR, diketahui kapal ikan KM Tanjung Permai berangkat dari Pelabuhan Benoa menuju ke Selat Badung, kemudian kehilangan kontak dengan kru darat pada 5 Oktober 2020 antara pukul 21.00 – 22.00 WIB, pada koordinat 08°55′ LS dan 115°1’5″ BT.

Ahli Oseanografi Terapan Widodo Setiyo Pranowo, -Dok: CDN

“Yang pertama, terpikir kemungkinan besar kapal kena gelombang karena memang musim pancaroba. Ternyata angin masih bertiup dari arah selatan-tenggara. Kalau dimensi kapal tidak sebanding dengan karakter dimensi gelombang, maka besar kemungkinan kapal tidak akan stabil, terombang-ambing dan pecah,” kata Widodo, saat dihubungi Cendana News, Selasa (13/10/2020).

Berdasarkan analisis terhadap model arus permukaan laut, arus di Selat Badung kecepatannya berkisar antara 0,75 hingga 1,15 meter per detik menuju ke arah selatan. Arus di Selat Badung tersebut lebih rendah kecepatannya, bila dibandingkan dengan arus di Selat Lombo yang sama-sama bergerak menuju ke selatan, yakni ke Samudra Hindia. Kemudian, arus dari Selat Badung dan Selat Lombok tersebut berbelok ke barat menuju ke selatan Selat Bali dan selatan Banyuwangi dengan kecepatan 0,75 hingga 1,25 meter per detik.

Lihat juga...