Belajar dari Tenggelamnya KM Tanjung Permai di Selat Badung
Editor: Koko Triarko
Secara teoritik, kapal ikan dengan panjang berkisar 17 hingga 18 meter, seperti KM Tanjung Permai, akan stabil ketika mengarungi gelombang secara tegak lurus dengan karakter panjang gelombang antara 3,75 hingga 11 meter.
Namun, yang terjadi adalah gelombang datang menghantam lambung kapal dari arah selatan, ketika kapal menuju ke arah barat. Sehingga, kestabilan kapal kemudian hanya bergantung dari lebar kapal terhadap karakter panjang gelombang. Dimensi lebar kapal KM Tanjung Permai diduga hanya berkisar 1,6 hingga 2 meter, sehingga jelas lebih pendek dari karakter gelombang dengan panjang antara 3,75 hingga 11 meter.
“Selanjutnya, kapal mudah terombang-ambing dan dengan cepat terisi air laut, mengakibatkan mesin tidak sanggup menggerakkan kapal, atau bahkan mati, sehingga mengakibatkan tenggelam,” urainya.
Terkait adanya satu penumpang yang ditemukan di perairan Uluwatu, Widodo memperkirakan, arus lautlah yang membawanya hingga ditemukan oleh salah satu kapal wisatawan.
“Koordinat hilangnya kontak antara kru darat dengan Kapal Ikan KM Tanjung Permai pada 5 Oktober 2020 pukul 21.00 – 22.00 WITA dijadikan rujukan asumsi lokasi kapal tenggelam dan sebagai titik awal dari hanyutnya korban. Ketika menilik kondisi arus selama periode 24 jam setelah kapal tenggelam, didapati pola arus bergerak ke arah utara menuju ke Selat Bali dengan kecepatan antara 0,14 hingga 0,15 meter detik. Sehingga dalam waktu 24 jam, korban yang selamat tersebut hanyut mengikuti arah arus hingga kemudian sampai di sekitaran perairan Uluwatu,” terangnya.
Widodo menekankan, bahwa ada banyak ‘lesson learned’ atau pelajaran berharga yang dapat diambil hikmahnya dari kejadian ini.