Pandemi Corona Permintaan Lele di Bali, Meningkat

“Selain kolam lele yang dimiliki oleh Pak Agung Rai Astika, saya mengharapkan di rumah-rumah warga di Padang Luwih ini, juga bisa mencontoh karena memberikan peluang penghasilan,” ucapnya pada acara yang dipandu I Nyoman Baskara itu.

Yayasan Gerak Cipta Selaras, tidak saja melakukan pembinaan terkait budidaya lele, belut, tabulampot, usaha jamu, juga usaha pendidikan dan kesenian.

“Kami memberikan pembinaan dan pelatihan ini sudah tentu juga ada target yang mesti dicapai yakni Festival Padang Luwih. Dari festival tersebut, selain mengangkat potensi pertanian, sekaligus mempertemukan antara para pihak terkait sehingga usaha yang digeluti menjadi lebih berkembang,” ujar pria yang juga pemilik Warung Mina Dalung itu.

Wayan Sugendra Merta, pembudidaya lele dari Payangan, Kabupaten Gianyar pun menyampaikan hal yang sama bahwa pandemi COVID-19 juga menyebabkan lonjakan permintaan. “Sebenarnya kami diminta menyiapkan satu ton lele per hari, tetapi baru bisa kami penuhi satu ton dalam seminggu,” ucapnya.

Pihaknya menghadapi persoalan untuk memenuhi kebutuhan bibit lele berukuran panjang 9-10 cm yang masih didatangkan dari Kediri, Jawa Timur.

“Di Bali bibit yang tersedia itu ukuran panjang 3-4 cm, tetapi itu pun juga sudah banyak yang antre. Jika kami menggunakan bibit yang ukuran 3-4 cm itu panennya sekitar tiga bulan, tetapi kalau dengan ukuran bibit 9-10 cm bisa panen dalam waktu dua bulan,” ucapnya.

Sugendra dengan melibatkan tujuh petani lele di sekitarnya, rata-rata setiap mendatangkan bibit lele dari Kediri, Jatim sebanyak 150-200 ribu ekor, dengan harga per ekor Rp350.

“Kami berharap bisa difasilitasi untuk penyediaan bibit lele dari Bali sehingga bisa menekan biaya produksi, selain juga dibantu akses modal dengan bunga yang lebih kompetitif,” katanya.

Lihat juga...