Petani Bisa Panen Berkala dengan Sistem Tumpangsari

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Samiati terlihat menjemur kakao atau kopi coklat hasil panen lahan kebun yang digarap sang suami. Selain kakao, ia juga menanam komoditas lain pada lahan yang sama atau sistem diversifikasi.

Samiati menanam kakao, cengkih, lada dan pala. Berbagai jenis komoditas tersebut juga menjadi selingan tanaman kayu keras sebagai penyangga hutan.

“Sistem diversifikasi telah diterapkan petani untuk memperoleh beragam hasil secara ekonomis,” katanya, saat ditemui Cendana News, Senin (26/10/2020).

Menurutnya, panen kakao berbarengan dengan panen pala dan lada yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Harga di tingkat petani mencapai Rp23.000 untuk kakao, Rp60.000 untuk lada dan pala Rp12.000. Ia bisa mendapat hasil panen ketiga komoditas tersebut rata-rata puluhan kilogram per pekan.

“Sistem panen dilakukan secara parsial atau pemilahan lada, pala dan kakao yang matang lalu dijemur, untuk selanjutnya dijual setelah terkumpul dalam jumlah banyak,” terang Samiati.

Petani di Kelurahan Batu Putu, Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung, sebut Samiati, memilih menerapkan diversifikasi untuk mendapat keuntungan. Sebagian wilayah masuk di kawasan hutan konservasi taman hutan raya Wan Abdul Rachman. Penanaman komoditas pertanian, tidak diperkenankan menebang jenis kayu keras sebagai penahan resapan air.

Jupri, anggota kelompok tani hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, menyebut diversifikasi menjadi cara untuk mendapat hasil. Meski berdekatan dengan kawasan hutan, bahkan sebagian masuk dalam kawasan hutan, namun petani tidak melakukan pembalakan liar. Sebagian besar tanaman perkebunan jenis kemiri, durian, jengkol, dan petai tetap dipertahankan.

Lihat juga...