Simpul Mati

CERPEN KRISTIN FOURINA

KAU bisa saja melenyapkan segala benda yang ada di sekitarmu, tetapi tidak dengan ingatanmu. Ia akan terus tumbuh dan bertunas di kepalamu, lalu melebat hingga menutupi rambutmu.

Akarnya semakin dalam menghunjam ke dalam jiwamu yang tidak mudah untuk tercerabut. Sederhana saja, ingatanmu layaknya pohon yang ingin tetap mempertahankan hidupnya meski kau sengaja ingin menebangnya.

Ingatanmu berawal dari kematian ibumu yang kau rasakan sangat mendadak. Bahkan kau baru saja lulus sekolah menengah atas. Kau tak tahu akan pergi ke mana bersama adik perempuanmu yang masih duduk di sekolah dasar.

Rasanya kau ingin mengajak adikmu pergi ke pulau seberang, menemui ayahmu yang belum juga bisa pulang. Hanya saja, kau tak punya cukup uang meski kau sudah mengumpulkan keberanian.

“Tidak bisa,” kata adik ayah yang rumahnya tak seberapa jauh dari rumahmu.

Ia berbicara sambil bersandar dengan kepala menghadap ke atap rumahmu.

“Kalian tidak punya uang. Kiriman dari ayahmu yang dititipkan pada Paman juga tak seberapa. Belum lagi repot di perjalanan. Ditambah lagi, tak mudah menemukan alamat di tempat asing.”

“Lalu kami harus ke mana, Paman?” tanyamu.

“Kau kan sudah cukup besar untuk bekerja,” kata pamanmu.

Bukan karena keinginanmu melainkan karena keadaan yang memaksamu demikian hingga akhirnya kau merelakan dirimu bekerja di sebuah gudang pembuatan kembang api dan petasan yang ada tak jauh dari rumahmu. Pekerjaan itu kau lakukan atas usul pamanmu.

Seminggu sudah kau berangkat pagi pulang sore. Tanganmu yang dulu memegang alat tulis, kini beralih memegang belerang, serbuk besi, dan lem kayu.

Mau tak mau kau belajar mencampur bahan-bahan yang sebelumnya tidak pernah kau lihat. Kau tak tahu pasti, apakah terus-menerus berkubang dengan bahan kimia akan aman bagi kesehatanmu kelak atau tidak.

Lihat juga...