Cagar Budaya Pasar Peterongan dan Asal Usul Kota Semarang
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
SEMARANG — Hiruk pikuk aktivitas pedagang dan pembeli di Pasar Peterongan, berjalan seperti hari-hari biasa. Bongkar muat berbagai barang, hingga hilir mudik pengunjung, menjadi cerita keseharian pasar yang terletak di jalan MT Haryono, Peterongan Semarang.
Terlepas dari segala kegiatannya, Pasar Peterongan termasuk salah satu pasar tertua di Kota Semarang. Berdasarkan catatan Komunitas Penggiat Sejarah (KPS) Semarang, pasar tersebut dibangun pada 1916, dengan nilai sejarah sosial ekonomi dan ilmu pengetahuan perkonstruksian.
Teknologi beton tulang pada bangunan kuno Pasar Peterongan tersebut, bahkan lebih tua dibanding bangunan pasar tradisional lain, di Kota Semarang yang juga masuk sebagai cagar budaya. Bila dirunut sejarahnya, bangunan kuno Pasar Peterongan ini lebih tua dibanding Pasar Johar (1933-1938), Pasar Jatingaleh (1930), dan Pasar Randusari (1920-an).
Waktu itu konstruksi bangunan pasar dibuat dari beton permanen, dan dikerjakan oleh de Hollandsche Beton Maatschappij (HBM). Beton permanen tersebut merupakan konstruksi pertama untuk pembangunan pasar di Semarang. Mengingat sejarah panjang pasar tersebut, maka tidak mengherankan jika pada 17 Januari 2017 Pasar Peterongan ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya, dengan SK Walikota Nomor 050/135/2015.
Tidak hanya dari segi cagar budaya, daya tarik pasar tersebut juga terletak pada keberadaan pohon asam dan punden, yang dihormati oleh warga, terutama para pedagang di pasar tersebut. Bahkan saat dilaksanakan revitalisasi pasar Peterongan, pohon asam tersebut tetap dibiarkan tumbuh dan kini menjadi tetenger pasar.