Hujan Hambat Proses Pengawetan Teri dan Ikan Asin

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Ariadi, salah satu pekerja mengumpulkan teri dan ikan asin yang diangkat dari lokasi penjemuran imbas hujan di wilayah Bakauheni, Lampung Selatan, Jumat (6/11/2020) – Foto: Henk Widi

Penggunaan plastik untuk penutupan teri dan ikan yang dijemur menurut Ariadi, bertujuan menghindari kelembaban. Saat teri dan ikan asin mengalami kelembaban, potensi kerusakan mengakibatkan pembusukan. Solusi yang dipilih sebagian teri dan ikan asin rebus hanya bisa dijual kepada pengepul bahan pakan udang dan unggas.

“Teri dan ikan asin rebus yang mengalami kerusakan hanya laku dijual ke produsen pakan karena sebagian remuk saat terkena hujan,” bebernya.

Proses penyortiran akan dilakukan memisahkan teri dan ikan asin rebus yang utuh. Sebagian teri dan ikan asin yang rusak, remuk akan dipisahkan karena tidak laku terjual untuk pangsa pasar konsumsi. Pelanggan utama teri dan ikan asin rebus merupakan pedagang pengecer dan pemilik usaha rumah makan.

Susanti, salah satu pekerja di lokasi pembuatan teri dan ikan asin rebus mengaku, hujan sangat berdampak pada produksi. Pada wilayah pesisir Bakauheni ia menyebut, hari tanpa hujan terjadi sepekan hanya dua hari. Rata-rata dalam sehari panas terik berlangsung selama lebih dari lima jam. Normalnya pengeringan sempurna berlangsung selama lebih dari 12 jam.

“Pengeringan teri dan ikan asin selama penghujan dilakukan berulang kali untuk menghasilkan kualitas teri dan ikan yang baik,” bebernya.

Safrudin, nelayan pemasok teri dan ikan bahan pembuatan ikan asin mengaku, saat penghujan pembelian bahan baku berkurang. Sebagian produsen sebutnya memilih mengurangi bahkan melakukan penghentian kegiatan produksi ikan asin dan teri. Proses pembuatan teri dan ikan asin yang diawetkan memanfaatkan teknik pengasapan.

Lihat juga...