Ketahanan Pangan di Perkotaan melalui Metode Kompos Aktif

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

BEKASI – Pandemi Covid-19 membuktikan bahwa hanya bidang pertanian yang mampu bertahan. Hal tersebut seolah mengulang sejarah di tahun 1998 saat Indonesia mengalami krisis ekonomi. Saat itu petani mampu bertahan bahkan sukses mendukung ketahanan pangan.

“Petani jadi pilar, apa pun judulnya mereka tetap eksis meskipun perputaran ekonomi suatu negara tidak terpenuhi,” kata Hamim, petani yang pernah menjadi ASN di Kemenkeu selama 14 tahun, kepada Cendana News, Senin (30/11/2020).

Dikatakannya, tatkala ada sebagian masyarakat mengalami kondisi kesulitan di tengah pandemi, justru banyak memunculkan ide atau pun gerakan bersama, mencari solusi terkait ketahanan pangan di perkotaan dengan lahan terbatas.

Melalui upaya bercocok tanam, budi daya perikanan, yang saat ini juga mulai diterapkan, termasuk di kawasan perumahan dengan lahan minimalis.

Upaya itu dikenal dengan sebutan urban farming (pertanian perkotaan), dan ada pula yang menyebut urban agriculture. Di beberapa wilayah di Indonesia, konsep pertanian perkotaan itu sudah mulai berkembang dengan beragam metode.

“Saya mendorong, melalui metode kompos aktif. Metode tersebut adalah hasil pengembangan yang dilakukan dan telah diuji coba secara mandiri, semua tumbuhan bisa berkembang baik di aspal, beton atau lainnya,” ujar Hamim.

Metode tersebut tidak memerlukan biaya tinggi, hanya dengan menggunakan tanah, kompos ataupun limbah hewan tertentu, yang dinamakan kompos aktif.

Berbahan baku limbah pangan dipadu jadi satu. Kemudian disebar di atas aspal, beton atau pun lainnya dengan ketebalan tertentu. Kemudian ditambah ban atau lainnya sebagai penahan agar kompos yang ditebar tidak menyebar ketika hujan atau pun saat penyiraman.

Lihat juga...