MK Tolak Gugatan Serikat Pekerja PLN Soal Usia Pensiun
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi tidak menerima permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang diajukan Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Indonesia terkait usia pensiun.
Dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, yang disiarkan secara daring, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, pemohon menguji Pasal 154 huruf c UU Ketenagakerjaan.
Namun, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menghapus Pasal 154 UU Ketenagakerjaan.
“Bahwa dengan diundangkannya UU 11/2020 yang menghapus Pasal 154 huruf c UU 13/2003, maka norma yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh para pemohon sudah tidak lagi diatur dalam UU yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh para pemohon,” tutur Saldi Isra.
Untuk itu, permohonan itu telah kehilangan objek, sehingga tidak dipertimbangkan lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.
Ada pun Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Indonesia diwakili Ketua Umum, Eko Sumantri, dan Sekretaris Jenderal, Sarwono, dalam permohonannya mendalilkan Pasal 154 huruf c UU Ketenagakerjaan menimbulkan multi tafsir dalam menentukan usia pensiun bagi pekerja/buruh dalam suatu perusahaan.
Menurut mereka, pengusaha dapat menafsirkan usia pensiun pekerja/buruh sesuai keinginan dan kehendak dari pengusaha, karena terdapat perbedaan batasan usia pensiun, yang termaktub di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama dan peraturan perundang-undangan.
Menurut pemohon, berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2010-2012 beserta perubahannya antara serikat pekerja PT PLN (Persero) dan PT PLN (Persero), terdapat perbedaan aturan usia pensiun antara pekerja satu dengan pekerja yang lainnya. Sebagian pekerja pensiun di usia 46 tahun, dan sebagian lagi pensiun di usia 56 tahun. (Ant)