Moldova Gelar Pemilihan Presiden di Tengah Pandemi COVID-19
CHISINAU — Rakyat Moldova mengikuti pemilihan presiden, Minggu, di tengah situasi pandemi COVID-19 dan dua kandidat, yaitu petahana Igor Dodon dan eks perdana menteri, Maia Sandu, akan bertarung memperebutkan kursi presiden.
Dodon dikenal publik sebagai politisi pro Rusia sementara Sandu berusaha mendekatkan Moldova dengan Uni Eropa.
Pilpres digelar di tengah situasi pandemi COVID-19, yang menjadi salah satu penyebab negara termiskin di Eropa itu jatuh dalam krisis ekonomi.
Pemilihan presiden di Moldova, negara berpenduduk 3,5 juta jiwa, menjadi ajang perebutan pengaruh antara Barat dan Rusia.
Dodon menjabat sebagai presiden pada 2016 setelah rivalnya, yang pro Barat, tersandung sejumlah skandal.
Hasil survei sebelum pilpres menunjukkan Dodon unggul dari tujuh calon presiden lainnya yang mengikuti pertarungan pada Minggu (1/11). Namun, ia mungkin tidak akan langsung menang sehingga pemilihan kemungkinan akan berlanjut ke putaran kedua.
Sandu, ekonom Bank Dunia lulusan Harvard, terkenal karena kebijakannya yang keras menindak korupsi. Ia sempat memimpin pemerintahan yang berumur pendek tahun lalu, tetapi kabinetnya dikenai mosi tidak percaya hanya dalam waktu beberapa bulan.
Jika terpilih sebagai presiden, Sandu berjanji akan mengamankan bantuan dana dari Uni Eropa (EU), sementara Dodon berkomitmen bahwa tahun depan ia akan menyelesaikan sengketa di Transdniestria, wilayah di Moldova yang memisahkan diri. Sebagian besar penduduk Transdniestria berbicara dalam bahasa Rusia.
EU pada 2014 menyepakati hubungan dagang dan politik yang lebih dekat dengan Moldova, bekas wilayah Uni Soviet yang terjepit di antara dua anggota EU, yaitu Romania dan Ukraina. Namun, EU terlihat kian kritis terhadap Pemerintah Moldova, khususnya terkait isu reformasi di negara beribu kota Chisinau itu.