Musim Tanam Tiba, Ketersediaan Pupuk Bersubsidi Masih Terbatas

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Ironisnya, sebagai elemen penting dalam pendukung pertanian, keberadaan pupuk acap kali seperti hilang ditelan bumi. Lenyap tak berbekas. Khususnya pupuk subsidi, yang selama ini menjadi andalan petani, dalam upaya untuk menekan biaya produksi.

“Kebutuhan pupuk untuk dua hektare ini, sekitar 700 kilogram. Kalau kurang dari itu, produksi jagung tidak maksimal,” lanjut Safrudin.

Maka ketika pupuk bersubsidi hilang dari pasaran, maka dampaknya pun dirasakannya. Jika berdasarkan Permentan 01/2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi, disebutkan HET untuk Pupuk Urea sebesar Rp 1.800/kg, Pupuk SP-36 Rp 2.000/kg, Pupuk ZA Rp 1.400/kg, Pupuk NPK Rp 2.300/kg, Pupuk NPK Formula Khusus Rp. 3.000/kg, dan Pupuk Organik sebesar Rp 500/kg.

“Sementara, kalau non subsidi saya beli urea itu Rp 4.500 per kilogram. Harganya dua kali lipat dari non subsidi. Tentu memberatkan petani. Kalau ini tetap terjadi, kita pasti rugi, karena ongkos produksi lebih banyak dibanding pemasukan,” terangnya.

Kini, meski pupuk bersubsidi sudah mulai ada, namun jumlahnya terbatas dan belum bisa diambil seluruhnya. Dirinya mencontohkan, untuk urea, untuk lahan seluas dua hektare alokasi yang diberikan sebesar 400 kilogram atau 200 kilogram per hektare. Namun angka tersebut, belum bisa dipenuhi karena jumlahnya terbatas.

“Mudah-mudahan persoalan pupuk ini bisa segera selesai, tidak berlarut-larut, sehingga petani juga bisa menggarap lahannya dengan tenang, karena kebutuhan pupuk bersubsidi sudah terpenuhi,” tandasnya.

Terpisah, Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng, Tri Susilardjo, mengakui kecuali urea, alokasi pupuk subsidi di Jateng, masih di bawah kebutuhan petani.

Lihat juga...