Pekerjaan Bapak Saat Pandemi
CERPEN RISEN DHAWUH ABDULLAH
Korona benar-benar mengubah segalanya. Interaksi manusia menjadi berkurang. Jalanan sepi. Namun akibatnya udara menjadi lebih segar, kendaraan tidak banyak berlalu lalang.
Orang-orang mengenakan masker. Kata ibu, oknum-oknum kampret memanfaatkan situasi ini untuk meraup untung yang sebesar-sebesarnya dengan cara menjual kembali masker yang telah dipakai atau dibuang —maka dari sini timbul imbauan agar saat masker sudah tidak digunakan lagi, digunting.
Sekolah diliburkan membuatku menjadi tahu, setiap kurang lebih pukul sembilan bapak selalu pergi. Aku tidak mengetahui, ke mana bapak pergi.
Aku teringat dengan wajah bapak yang tampak kelelahan saat aku pulang dari sekolah. Di kepalaku menjadi timbul dugaan, bapak sudah mendapat pekerjaan.
Namun ada hal yang berbeda dari biasanya. Bapak selalu pulang lebih dari jam pulang sekolahku. Bapak selalu pulang malam dengan gurat-gurat kelegaan di wajahnya.
Dugaanku, bapak sudah kembali bekerja menguat saat melihat ibu pagi-pagi pergi, dan kembali menenteng bahan makanan. Berarti bapak punya uang. Kalau punya uang berarti bapak bekerja.
“Bapak bekerja apa, Bu?” tanyaku penasaran, di sebuah senja, di ruang tamu.
Bukannya ibu menjawab pertanyaanku, ia malah balik bertanya.
“Apa pentingnya buat kamu tahu pekerjaan bapakmu?”
Ibu berlalu. Sesaat kemudian terdengar suara lidi-lidi yang bergesekan dengan tanah.
***
RESPON ibu terhadap pertanyaanku soal apa pekerjaan bapak, membuat pikiranku terganggu. Aku penasaran. Sampai-sampai aku memberanikan diri bertanya langsung kepada bapak.
Bapak malah bertanya, untuk apa tahu? Lalu bapak mengalihkan perhatianku kepadanya dengan menyuruhku untuk mandi. Hari masih terlampau pagi.