Peternak Ayam Petelur Yogyakarta Tergantung Bibit dari Luar Daerah
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
YOGYAKARTA – Ketersediaan bibit lokal di pasaran masih menjadi kendala sejumlah peternak ayam petelur di Yogyakarta hingga saat ini. Hal itu terjadi akibat minimnya jumlah peternak bibit ayam di wilayah Yogyakarta.
Akibatnya para peternak terpaksa harus mendatangkan bibit ayam atau Day Old Chick (DOC) dari luar daerah. Selain harganya menjadi lebih mahal, hal itu juga mempengaruhi proses serta tingkat kecepatan produksi para peternak.
Seperti dirasakan salah seorang peternak ayam petelur, Heri Suprapto, asal Sleman. Ia mengaku harus mendatangkan DOC ayam petelur dari wilayah Blitar, Jawa Timur untuk mengisi kandang. Selain harganya lebih mahal, ia pun harus membeli anakan ayam dengan jumlah yang dibatasi.
“Saya beli anakan umur 14 minggu, dengan harga Rp5100 per minggunya. Lebih mahal sedikit dibandingkan anakan lokal seperti misalnya dari Bantul. Namun karena memang stok lokal tidak ada terpaksa harus membeli dari luar daerah. Itu pun jumlahnya tidak bisa banyak karena berebut dengan peternak lain,” katanya, Senin (2/11/2020).
Heri mengakui kualitas anakan ayam lokal Yogyakarta dan luar Yogyakarta sebenarnya tidak jauh berbeda. Yang membedakan hanyalah daya tahan akibat perbedaan suhu di setiap daerah. Dengan suhu yang berbeda, anakan ayam dari luar daerah tentu harus diadaptasikan terlebih dahulu dengan suhu di Yogyakarta agar dapat berkembang maksimal.
“Kalau anakan dari Bantul tidak perlu diadaptasi karena suhu daerah relatif sama,” ungkapnya.
Memelihara sekitar 10 ribu ekor ayam, Heri sendiri bisa menghasilkan sekitar 5,5-5,7 kuintal telur ayam setiap harinya. Harga telur ayam sendiri saat ini sedang sedikit menurun di kisaran Rp19 ribu per kilogram. Meski begitu dalam sehari ia mengaku bisa mendapatkan pemasukan hingga Rp10 juta per hari.