Akademisi Sesalkan Surat Pernyataan Pemkab Lembata Terkait Pengungsi
Editor: Koko Triarko
Pria asal Lembata ini menambahkan, pengungsi bukan dimobilisasi atau dipaksa wajib ke posko pengungsi yang disiapkan pemeritah.
Dia menegaskan, bila ditilik dari syarat utilitas (sanitasi dan lainnya) belum dipenuhi, maka tim penanggulangan bencana daerah merundingkan dan mengajak warga bahu-membahu dan berempati kepada sesama saudara pengungsi dan keluarga yang menampung pengungsi.
“Hal yang mesti menjadi perhatian prioritas tim penanggulangan bencana daerah adalah menyiapkan logistik untuk didistribusikan kepada pengungsi di keluarga, atau kepada pengungsian individual,“ tuturnya.
Selain itu, tandas Urbanus, harus menyiapkan camp untuk pengungsi-pengungsi rentan, seperti lansia, anak-anak, orang dengan kebutuhan khusus atau disabilitas serta orang sakit.
Pengurus LSM Barakat ini menduga, Pemkab lembata atau tim penanggulangan bencana menyadari, bahwa pernyataan tersebut menyalahi atau tidak senapas dengan payung regulasi dan asas dalam penanganan pengungsi.
“Esensi penanganan pengungsi sesuai peraturan perundangan atau regulasi yang berlaku adalah berupaya untuk membantu menjauhkan korban dari pusat bencana, menciptakan rasa aman dan dan nyaman. Aman dari ancaman bencana dan rasa nyaman secara psikologis,” tegasnya.
Kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan Unpad Bandung ini menyebutkan, surat pernyataan tersebut bisa menambah ketidaknyamanan dan trauma secara psikologis.
Dikatakannya, merujuk pada PP No. 21/2008, pasal 68, mengatur bahwa Badan Penaggulangan Bencana berkewajiban pula menangani pemulihan traumatik psikologis para pengungsi bagi pengungsi, di samping kewajiban melakukan rekonsiliasi konflik, rehabilitasi dan rekonstruksi.