Beras Impor Bisa Mengganggu Stabilitas di Sektor Pangan
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) dari Departemen Agronomi dan Holtikultura, Prof. Dr. Ir. Muhammad Hasjim Bintoro, M.Arg., mengatakan, ketergantungan Indonesia dalam memenuhi pangan beras melalui impor merupakan masalah kompleks yang dapat menganggu stabilitas negara di sektor pangan.
Pada 2008, FAO (Food and Agriculture Organization) memperkirakan krisis pangan global akan terjadi, sehingga persediaan pangan harus ditingkatkan sampai 50 persen di 2030.
Pada April 2020, FAO juga mengatakan, krisis pangan global akan datang lebih cepat sebagai dampak pandemi Covid 19 yang melanda dunia.
“Permasalahan krisis pangan, berbicara ketahanan pangan, tidak harus terkait dengan swasembada beras. Kita harus melakukan inovasi dalam upaya mewujudkan diversifikasi pangan melalui beras dari sagu,” ungkap Bintoro, pada acara virtual tentang ketahanan pangan di Jakarta, Senin (28/12/2020).

Apalagi, jelas dia, kandungan pati sagu dan beras itu sangat mirip. Sehingga sangatlah mungkin untuk mengolah sagu ini menjadi beras sebagai penganti pangan beras dari padi.
Dalam kondisi Covid-19, negara eksportir membatasi ekspor berasnya karena demi memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sehingga, diversifikasi pangan menjadi salah satu solusi dalam upaya menurunkan permintaan beras dari negara lain.
“Kita jangan tergantung harus beli beras dari negara lain. Dengan bahan pangan kita yang berlimpah, yakni lahan sagu yang sangat luas, dan 85 persen sagu dunia ada di Indonesia, maka ini harus dimanfaatkan diolah menjadi beras,” imbuhnya.