Gunakan TPPU, Pengembalian Aset Kejahatan Bisa Maksimal
BOGOR – Pengembalian aset dari hasil tindak pidana kejahatan ekonomi kepada negara bisa maksimal, asal dalam penanganan hukumnya menggunakan pula pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kalau TPPU ini diterapkan atau dilekatkan dalam setiap tindak kejahatan ekonomi, semisal korupsi, narkoba, penipuan (fraud} dan lainnya, maka dipastikan recovery aset kepada negara lebih tinggi, atau kerugian negara yang bisa diselamatkan lebih tinggi nilainya,” kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae di Bogor, Kamis (17/12/2020).
Ia mengatakan, PPATK mendukung dan terus mendorong agar recovery aset hasil tindak kejahatan ekonomi nilainya lebih tinggi sesuai harapan Presiden Jokowi. Karena itu, kata dia, dalam beberapa bulan ini PPATK sangat intensif agar tindak pidana ekonomi harus disertai dengan TPPU.
“Kalau penjahat ekonomi ini hanya dihukum badan dan disertai penyitaan sebagian asetnya, maka ini tidak cukup. Sebaiknya ada faktor yang bisa membuat mereka jera, misalnya ada yang korupsi Rp10 triliun, maka penyitaan asetnya paling tidak mendekati nilai yang dikorupsi, jangan sampai malah mendapat hasil yang minimal,” kata Dian, yang pernah menjabat Kepala Perwakilan Bank Indonesia di London.
Dia menambahkan, di beberapa negara termasuk negara maju seperti AS, nyaris sulit mengatasi tindak pidana ekonomi tanpa disertai TPPU.
“Tidak bisa hanya mengejar-ngejar koruptor, bandar narkoba, dan para penipu tanpa memiskinkan mereka dengan menyita aset hasil kejahatannya,” kata dia.
Sementara itu, PPATK selain mendorong diterapkannya pasal pencucian uang (TPPU) dalam setiap tindak pidana ekonomi, lembaga ini juga melakukan upaya pencegahan (deterrence). Ini dimaksudkan agar pihak atau orang yang akan berniat melakukan tindak pidana ekonomi bisa berkurang.