Harimau Jantan dari Kuantan

CERPEN AFRI MELDAM

BAPAK pergi ke hutan. Mencari jernang, manau dan rotan. Mungkin juga memetik madu di ketiak-ketiak dahan pohon setinggi awan.

Tapi ketika hari meniti pekan, dan pekan menjangkau bulan, Bapak tak kunjung kembali ke pangkal jalan. Dan, Ibu harus membayar mahal semua itu dengan akal sehatnya yang tak bisa lagi diandalkan.

Kata orang-orang, Bapak diterkam harimau jantan dari Kuantan. Konon harimau jantan yang kaki kanan belakangnya pincang itu telah lama berkeliaran di sekitar hutan Lurah Sembilan. Andaikan Bapak mau sedikit saja mendengarkan orang-orang, tentu ia tak harus menjadi santapan si harimau jantan.

Cerita tentang harimau pincang itu memang sudah lama menjadi bahan percakapan di kedai-kedai, balai-balai, dan tepian sungai.

Bahwa ia keluar dari persembunyiannya dan mengamuk karena betinanya yang tengah mengandung telah dibantai sementara janin kembar di dalam rahim induk yang malang telah dimasukkan ke dalam botol kaca berisi cairan pengawet dan dijual ke seorang penadah di Sungai Rumbai.

Lalu, terjadilah serangkaian pembantaian balasan, yang dimulai dari seorang penduduk di Potai. Ia yang sedang menyiangi kebun sawit di kaki bukit mati dicabik-cabik si harimau hingga semua organ dalamnya terburai.

Kemudian seorang bocah yang tengah mencari pakis di Tanjung Bonai ditemukan dengan perut menganga bak ikan salai. Tak lama setelahnya, bahkan sebelum isak tangis orangtua bocah itu benar-benar usai, si harimau jantan ternyata masih belum ingin berdamai.

Kali ini korbannya adalah dua orang gadis tanggung yang sedang menangguk udang di sebuah anak sungai di Pulai.

Di Pangkalan, kampung terdekat dari Pulai, mendengar korban yang terus berjatuhan, orang-orang pun memasang perangkap dari kayu loban. Sementara parang, kelewang, dan senapan juga disiapkan.

Lihat juga...