Harimau Jantan dari Kuantan

CERPEN AFRI MELDAM

Maka, bibit-bibit sawit yang telah menguasai hutan-hutan di hilir Kuantan pun akan ditanam di Lurah Sembilan. Dan, jika itu terjadi, tentu hanya menunggu waktu hingga anak-anak sungai yang menjadi hulu Batang Sumpu, Batang Unggan, dan Batang Nganti menjadi kerontang dan ditinggalkan ikan-ikan.

Dengan pertimbangan itulah Bapak yang baru beberapa tahun membawa gelar Datuk Mangkuto Alam menolak amplop pemberian perusahaan.

Namun, setelah kepergian Bapak, kami mendengar suara-suara sumbang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Bapak menolak bukan karena alasan seperti yang ia ceritakan, tapi karena ia mengincar amplop yang jauh lebih tebal dari sebuah lembaga swadaya peduli hutan yang konon sudah lama menjadikannya sebagai perpanjangan tangan.

Entahlah, kami tak ingin menambah beban pikiran. Satu hal yang pasti, kami hanya ingin menemukan Bapak, yang kalaupun sudah mati diterkam harimau jantan dari Kuantan, masih tersimpan harapan di dada kami untuk bisa menyelenggarakan pemakamannya dengan layak, dan menguburkannya di pandam atau kuburan keluarga di Unggan.

Untuk itulah, kami tak pernah henti mengetuk pintu langit, menggelar yasinan dan tahlilan, mengirimkan asa bersama doa-doa agar Bapak bisa segera ditemukan.
***
GENAP seribu hari semenjak Bapak dinyatakan hilang di hutan, saat kami melepas penat di ruang tengah setelah acara tahlilan penghabisan, tiba-tiba kami mendengar Ibu berteriak dari kamarnya.

Kami segera menghambur ke sana dan mendapati Ibu tengah duduk memeluk lutut di samping dipan, sementara pandangannya tertuju pada jendela yang terbuka.

“Bapak kalian sudah kembali,” ujarnya tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya. “Ia datang diantar kawannya.”

Lihat juga...