Pedagang Sovenir Terdampak Sepinya Pengunjung Obwis di Bakauheni
Editor: Koko Triarko
Aksesibilitas menuju objek wisata saat musim penghujan didominasi jalan licin dan becek juga makin menjadi kendala. Sebagian warga yang membuka usaha kreatif berjualan suvenir dari bambu dan berjualan makanan, kembali ke profesi awal sebagai nelayan dan petani. Tuntutan ekonomi selama masa pandemi, membuat usaha sektor pariwisata tak lagi diandalkan.
Eko Prapto bilang, wisata bahari menawarkan keindahan di Tanjung Tuha mulai ditinggalkan. Pengunjung tetap hanya berasal dari penghobi memancing teknik rock fishing. Lokasi tersebut tetap digemari, karena wisatawan penghobi minat khusus memiliki tujuan mencari ikan.
“Konflik penggunaan lahan yang tidak selesai imbas perizinan juga menambah persoalan bagi pelaku usaha wisata berbasis masyarakat,” sebutnya.
Pelaku usaha kreatif sektor pariwisata lain, Supadi, juga tak lagi bisa menjual suvenir. Kala musim penghujan dan sepinya kunjungan ke pantai Minang Ruah, Bakauheni, penjualan suvenir anjlok. Ia memilih menawarkan suvenir di akses jalan wisata dengan harga murah. Rata-rata suvenir dari kerang dijual mulai Rp50.000 hingga Rp100.000.
“Semula objek wisata bisa mendorong ekonomi masyarakat, namun perlahan mulai sepi kembali, tren kunjungan yang booming telah lewat,”cetusnya.
Pembenahan objek wisata lain di wilayah Lampung Selatan, menjadi pemecah minat wisatawan. Wisata kekinian yang terbaru serta memiliki fasilitas lebih lengkap, menjadi cara untuk mendapatkan kunjungan.
“Masyarakat biasa yang tidak memiliki modal cukup, mulai tergeser dengan pemilik modal. Sebab, objek wisata mulai dibuat villa perseorangan, imbasnya warga memilih kembali menjadi petani,” katanya.