Penyesuaian Pungutan Ekspor Diharap Bantu Pengembangan Sawit
JAKARTA — Pemerintah berharap penyesuaian tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, dapat meningkatkan layanan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk pengembangan kelapa sawit dari hulu hingga hilir.
Deputi Koordinasi Pangan dan Agrobisnis Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan penyesuaian tarif pungutan ekspor ini berdasarkan harga CPO yang mengalami peningkatan, salah satunya akibat rendahnya produksi minyak kedelai, sebagai barang substitusi minyak nabati dari kelapa sawit.
“Penyesuaian tarif pungutan ekspor diharapkan menambah dana yang dikelola BPDPKS, sehingga dapat meningkatkan layanan baik dari peningkatan kualitas dan kuantitas sawit, program pengembangan SDM, hingga penelitian dan pengembangan kelapa sawit dari hulu sampai hilir,” kata Musdhalifah dalam konferensi pers yang dilaksanakan virtual, Selasa (8/12/2020).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurachman menjelaskan besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau 7 hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020.
Sesuai dengan PMK 191/2020, tarif pungutan ekspor CPO sebesar 55 dolar AS per ton bila harganya di bawah atau sama dengan 670 dolar per ton. Pungutan ekspor akan dikenakan 60 dolar per ton bila harga CPO di atas 670 dolar AS per ton hingga 695 dolar per ton.