Sate Pikul tak Lekang Digerus Waktu

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

JAKARTA – Mengikuti dinamika kuliner di Jakarta tidak akan pernah ada habisnya. Di setiap wilayah  akan selalu disuguhi berbagai macam makanan yang unik, menarik, hingga yang begitu legendaris.

Mulyono (47 tahun), misalnya, pedagang sate pikul menceritakan kepada Cendana News  bahwa dirinya berjualan sate pikul awalnya bersepuluh.

Namun dari 10 orang yang berjualan sate pikul banyak yang berpindah haluan, sebagian besar beralih menjadi berjualan nasi goreng keliling atau yang dikenal juga dengan sebutan mie dokdok.

Ada juga yang masih berjualan sate namun menggunakan gerobak dan mangkal. Hanya dirinya yang masih setia menggunakan pikulan untuk berjualan sate.

“Teman-teman melihat perputaran keuntungannya lebih jelas dan pasti berjualan nasi goreng keliling. Kenapa saya tidak ikut pindah dagang karena saya yakin rezeki saya ada dengan berdagang sate pikul,” ucapnya, Jumat malam (11/12/2020).

Dikatakan Pak Mul, sapaannya, alasan lain dirinya setia berjualan sate pikul dan berkeliling karena memang sudah sangat langka yang berjualan sate menggunakan pikulan. Kebanyakan menggunakan gerobak ataupun mangkal buka lapak. Dan berjualan sate dengan menggunakan pikulan merupakan ciri khas tersendiri bagi pedagang sate keliling.

Pak Mul menjelaskan, untuk modal awal berjualan sate, dirinya mengeluarkan uang kurang lebih sekitar delapan ratus ribuan. Dirinya mulai berkeliling berjualan pada pukul 19.30 dan selesai pada pukul 00.00.

Setiap harinya membawa 100 tusuk sate kambing dan 100 tusuk sate ayam. Untuk satu porsinya dikenakan harga sebesar Rp23 ribu sudah dengan lontong, jika tanpa lontong dikenakan harga Rp20 ribu.

Lihat juga...