Sate Pikul tak Lekang Digerus Waktu

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Pak Mul mengatakan, walaupun banyak orang berjualan sate, namun tetap memiliki perbedaaan dalam soal bumbu yang ditawarkan untuk pembeli, masing-masing juga memiliki resep sendiri.

“Suatu kali saya pernah dipanggil pembeli. Ketika pembelinya keluar, dia melihat ternyata saya yang diberhentikan. Kemudian dia minta maaf karena dia berpikir yang lewat itu langganannya. Saya katakan kepada dia kalau pedagang yang dia maksud itu sudah alih profesi menjadi pedagang nasi goreng. Alhamdulillah akhirnya dia beli sate saya dan jadi langganan,” ucapnya.

Untuk kondisi sekarang, Pak Mul mulai mengurangi bawaan tusukan sate menjadi 100 tusuk. Itu pun hanya sate ayam.

Dikatakan Pak Mul, sebagian besar pembeli lebih minat sate ayam ketimbang sate kambing. 100 tusuk sate ayam yang dirinya bawa tiap hari, jikalau tidak habis dipergunakan di pagi hari oleh istri yang berjualan lauk di pasar.

“Kalau kata pembeli sih, sate kambing masih terasa bau prengus. Selain itu juga harga daging kambing terbilang tinggi dibanding daging ayam. Alhamdulillah setiap bawa 100 tusuk selalu habis,” katanya lagi.

Menurut Pak Mul, suka duka berjualan sate pikul banyak dia temui. Duka yang dialami salah satunya ketika dirinya melewati kuburan umum, selalu ada yang menggoda minta dibuatkan sate.

Atas kejadian itu, setiap kali dirinya melewati kuburan umum dan juga melewati tempat ibadah selalu tak lupa mengucapkan salam dan berdoa. Sementara sisi sukanya, banyak pelanggan yang menunggu kehadirannya.

“Alhamdulillah hingga saat ini kehadiran saya selalu ditunggu oleh pelanggan. Dengan berjualan keliling ke perumahan-perumahan ada saja rezeki yang datang. Saya ingat pesan salah satu ulama, rezeki itu dijemput bukan ditunggu,” ucapnya mengakhiri pembicaraan.

Lihat juga...