Sulitnya Membuat Digitalisasi Budaya di Sikka

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

MAUMERE – Mengumpulkan dan mengarsipkan budaya dalam bentuk digital termasuk memasukannya ke dalam website merupakan sebuah proses panjang yang penuh dengan kesulitan dan butuh kerja ekstra.

Tantangan sinergisitas di dalam tim sangat besar karena satu produk database budaya harus melalui pendataan yang valid dan harus dikerjakan secara komunal sehingga perlu dibentuk tim.

“Kami membentuk tim yang terdiri dari tim ahli, koordinator lapangan yang membentuk tim di lapangan, produksi yang terdiri dari naskah, foto dan film serta sekretariat,” kata Frans Cornelis Dian Bunda, penggagas pustaka budaya digital SikkaPedia, saat ditemui Cendana News di rumahnya di Kelurahan Wolomarang, Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Minggu (6/12/2020).

Konten budaya yang ada dalam website SikkaPedia yang meliputi situs, ritus dan portofolio saat peluncuran di sebuah hotel di Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Sabtu (28/11/2020). Foto: Ebed de Rosary

Nyong Franco sapaannya, menyebutkan, apabila satu tim tidak bekerja maka akan berpengaruh terhadap tim yang lain sehingga ada anggota tim lain bertukar tempat dan saling bahu membahu.

Ia menambahkan, tantangan juga datang dari luar karena ada pihak-pihak yang antipati, mereka berpikiran SikkaPedia ingin mengambil budaya mereka dan membuatnya dalam bentuk yang lain atau membuat komersial.

“Bermimpi tentang SikkaPedia sebagai pustaka budaya dalam bentuk digital, berbeda dengan setelah tahu bentuk nyata, ternyata juga menjadi beban yang luar biasa,” ungkapnya.

Nyong Franco mengaku, terjun ke dalam dunia yang bukan berada di zona nyaman saja. Sebab dia harus bertanggungjawab bukan hanya saat ini, tetapi seterusnya.

Lihat juga...