Budidaya Tomboreso Berpotensi sebagai Bahan Pangan Alternatif
Editor: Makmun Hidayat
LAMPUNG — Budidaya tanaman tomboreso atau uwi sawut terus dilakukan oleh warga sebagai bahan pangan alternatif. Perbanyakan tanaman bisa dilakukan dengan cara vegetatif dan generatif.
Remi, warga Desa Gandri, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan menyebut tomboreso dibudidayakan sejak puluhan tahun silam. Tomboreso atau Dioscorea pentaphylla dikembangkan dengan sistem tumpang sari.
Memanfaatkan pekarangan yang ditanami kakao, pisang tanaman merambat itu jadi sumber pangan alternatif. Saat musim kemarau dan gagal panen padi, umbi tanaman itu jadi pengganti nasi. Diolah dengan cara direbus, dikeringkan umbinya kaya akan karbohidrat.
Remi bilang budidaya tomboreso cukup mudah dengan umbi yang bertunas. Saat umbi telah bertunas proses pemencaran bisa dilakukan untuk menghasilkan umbi baru. Tanaman yang telah berusia lebih dari setahun akan menghasilkan biji yang tersebar secara alami. Bibit baru yang tumbuh di sekitar tanaman lama akan dipencarkan ke pohon rambatan untuk mempercepat pertumbuhan.
“Tanaman tomboreso akan mencari rambatan secara alami sehingga kerap menjadikan pekarangan rimbun, perawatan dilakukan dengan mengurangi sulur yang menjalar, bagian umbi akan dipanen saat ukuran sudah besar dan terlihat di permukaan tanah,” terang Remi saat ditemui Cendana News, Senin (11/1/2021).
Warga asal Yogyakarta yang menetap di Lampung sejak puluhan tahun silam itu mengaku tomboreso jadi komoditas pertanian penting. Olahan tomboreso kerap dijadikan bahan pangan dengan cara direbus, dikukus dan kerap dijadikan tepung. Proses pengolahan bahan pangan tersebut menyesuaikan kreativitas petani. Daging umbi yang lunak kerap diolah menjadi sawut yang berguna sebagai pengganti nasi.