Era Ekonomi Digital, Perlu Kerangka Hukum Persaingan Usaha

JAKARTA  – Perkembangan ekonomi digital di Tanah Air dinilai memerlukan kerangka hukum persaingan usaha yang dapat menjamin kepastian hukum dan iklim investasi.

Ketua Umum Indonesia Competition Lawyers Association (ICLA), Asep Ridwan di Jakarta, Senin, menyatakan, pertumbuhan ekonomi dan investasi digital di Indonesia yang terjadi saat ini adalah momentum yang berharga dan harus dijaga.

Salah satunya dengan membangun kerangka hukum (legal framework) usaha yang dapat mengikuti dinamika ini dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.

“Kerangka hukum tersebut harus memberi ruang bagi inovasi yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia sebagai negara tujuan investasi digital,” ujarnya.

Ekonomi digital, lanjutnya, membuat seluruh pihak perlu melihat lagi sejumlah definisi yang selama ini dianggap baku, seperti definisi pasar. Selama ini hukum persaingan usaha hanya mencakup pasar produk dan pasar geografis.

“Bagaimana dengan pasar digital, di mana produk dan geografis tidak lagi mengikuti ukuran-ukuran lama?” ujarnya.

Pemahaman baru terhadap definisi ini penting, tambah Asep, karena akan menentukan pasar yang bersangkutan atau relevant market yang menjadi dasar dalam suatu kasus persaingan usaha.

Definisi yang jelas dan relevan, menurut dia, dibutuhkan untuk menjaga kepastian hukum.

Menurut laporan yang disusun Temasek, Google, dan Bain & Co pada 2019, diperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia mencapai 49 persen per tahun.

Sebagai ekonomi internet terbesar dengan pertumbuhan tercepat di ASEAN, diprediksi Indonesia akan melewati angka 130 miliar dolar AS pada 2025, dengan tumpuan pertumbuhan pada sektor e-commerce dan ride hailing atau yang populer disebut transportasi online.

Lihat juga...