FKPA: Sebagian Anak Rela Melacur Demi Hidup Mewah
Editor: Koko Triarko
Ia menyebutkan, ada juga yang berhenti setelah melewati umur SMA. Ada yang melanjutkan kuliah atau ada juga yang langsung bekerja. Salah satunya, menjadi supir di instansi pemerintahan.
“Kalau mereka sudah curhat, yang pertama saya tanyakan, biasanya cita-cita mereka apa? Ke depannya mau seperti apa? Saya jelaskan kepada mereka, dampak negatif dari langkah yang mereka ambil. Karena tidak sedikit juga para pelanggan mereka yang tidak mau menggunakan kondom,” ungkap Neni.
Akibatnya, ada beberapa anak usia kelas 3 SMP yang sudah mengidap ‘jengger’ di alat kelamin mereka.
“Awalnya, puskesmas setempat agak susah. Tapi, setelah ada komunikasi dan dokter, bidan yang bertugas di puskesmas akhirnya welcome. Walaupun memang masih ada kendala pada identitas,” ucapnya.
Upaya untuk menarik AILA kembali ke kehidupan anak-anak mereka, tidak hanya dengan berinteraksi dengan para AILA. Tapi, juga dengan para orang tua mereka.
“Kita adakan good parenting, tapi bukan khusus para orang tua AILA. Kita tidak mau menyudutkan mereka juga. Buatnya untuk masyarakat umum. Karena ada orang tuanya yang tidak tahu, tapi ada juga yang ikut menikmati hasil kerja anaknya,” ujarnya, lebih lanjut.
Secara rutin, juga dilakukan pembinaan terkait kesehatan reproduksi (kespro) yang bekerja sama dengan kelurahan, kecamatan dan puskesmas.
Setelah lima tahun lebih, Neni mengungkapkan upayanya ada juga yang membuahkan hasil.
“Bukannya tidak ada sama sekali. Tapi, jadi lebih berkurang. Dan, sebagian yang berhenti sudah bekerja atau melanjutkan sekolah dengan bantuan dari kelurahan, untuk mendapatkan pendidikan paket secara gratis,” kata Neni.