Imbas Penerapan PPKM Pendapatan Pedagang di Semarang, Turun

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

SEMARANG – Bagi Nuryati, berjualan pecel keliling sudah menjadi penghidupannya. Sehari-hari, wanita paruh baya tersebut berkeliling di seputaran kawasan Sidodadi Semarang.

Tercatat sudah 25 tahun, dirinya berjualan kuliner tersebut. Sasarannya selain masyarakat umum, juga para mahasiswa hingga pekerja di seputaran kampus Universitas PGRI Semarang (UPGRIS).

“Saya sudah jualan di sini, sejak 25 tahun lalu. Saat kampus ini masih kecil, sampai sebesar sekarang. Kalau pagi, saya jualan di sekitar kantor Kelurahan Karangtempel, lalu siang saya geser ke sekitar kampus,” paparnya, saat ditemui di sela berjualan, Selasa (12/1/2021).

Setiap hari setidaknya dirinya mampu menjual hingga 50 bungkus lontong pecel, yang dihargai Rp 8 ribu per bungkus.

“Namun itu dulu, sebelum pandemi Covid-19, karena kampus sekarang libur, mahasiswa tidak ada yang masuk, pembeli jadi berkurang,” terangnya.

Meski jumlah pembeli berkurang, namun dirinya tetap optimis. Setiap hari dirinya menyiapkan bahan sambal kacang, rebusan sayur seperti kangkung, kacang panjang, kol, hingga touge sebagai campuran pecel.

Meski pembeli berkurang, Nur mengaku tetap melengkapi secara penuh dagangan pecel keliling. Termasuk aneka sate dan penganan lainnya, Selasa (12/1/2021). Foto: Arixc Ardana

Namun apa daya, seiring dengan kenaikan angka Covid-19, pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Para pegawai kantoran, yang selama pandemi Covid-19 menjadi pembeli potensial, kini harus berkurang.

“Katanya, sekarang orang yang masuk kantor semakin dibatasi. Tidak semuanya masuk. Kegiatan mahasiswa juga dibatasi. Ya imbasnya pembeli pecel semakin berkurang,” terangnya.

Lihat juga...