Pedagang Kuliner di Lampung Batasi Stok Daging
Editor: Koko Triarko
Faktor ke dua, sebut Husiah, stok daging sengaja dikurangi imbas cuaca dominan hujan di Bandar Lampung. Sebulan terakhir hujan yang kerap terjadi pada malam hari membuat kuliner yang dijual olehnya sepi pembeli. Kerap menyediakan sekitar 1.000 tusuk sate per malam, kini ia hanya menjual 700 tusuk semua jenis daging. Hal yang sama pada porsi sop, soto dan tongseng yang disediakan olehnya.
Faktor ke tiga, sebutnya, makin diketatkannya protokol kesehatan. Sejak angka kasus Covid-19 meningkat, razia untuk mengurangi angka kerumunan ikut berdampak pada usaha kuliner miliknya. Sejumlah pelanggan yang kerap makan di tempat (din inn) memilih untuk pesan dengan dibungkus (take away) untuk dimakan di rumah. Pengaruhnya jenis minuman dan pelengkap seperti sop tidak terjual.
“Ada pelanggan kalau makan di tempat pesan lengkap dengan sop, tapi saat pesan dibungkus hanya satenya saja, bahkan tanpa nasi,” cetusnya.
Berdasarkan pengalaman itu, ia memilih mengurangi stok untuk meminimalisir kerugian. Meski harga daging sapi, kambing dan ayam turun, namun dalam kondisi pandemi Covid-19 hasil penjualan berkurang. Berjualan di lokasi strategis dekat pusat perbelanjaan, menurutnya masih menjadi penentu usahanya berjalan lancar.
Indah, pedagang daging sapi di Pasar Bambu Kuning, menyebut harga daging masih tinggi. Normalnya, harga daging sapi hanya Rp120.000. Namun dalam dua pekan terakhir, bisa mencapai Rp130.000. Kualitas daging tanpa tulang, bahkan bisa mencapai Rp140.000 per kilogram. Konsumen daging sapi, menurutnya dominan pemilik usaha kuliner.
Daging sapi, katanya, diperoleh dari RPH untuk menjamin mutu dan surat veteriner. Sehari, ia menyediakan stok 150 hingga 200 kilogram untuk pelanggan. Pemilik warung bakso, warung soto, rawon dan sate menjadi pelanggan tetap. Permintaan yang menurun imbas harga naik. Pasokan akan ditambah saat harga kembali normal, dan daya beli masyarakat meningkat.