Perajin Tempe di Temanggung Keluhkan Kenaikan Harga Kedelai
TEMANGGUNG — Sejumlah perajin tempe di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, merasa terpukul dengan kenaikan harga kedelai impor akhir-akhir ini.
“Harga kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tempe dalam beberapa bulan terakhir terus naik dan bisa mengancam kelangsungan usaha kami,” kata perajin tempe di Kelurahan Banyuurip Junaedi di Temanggung, Senin (11/1/2021).
Ia menuturkan harga kedelai impor sebelumnya Rp7.000 hingga Rp8.000 per kilogram, kini telah mencapai Rp10.000 per kilogram.
“Dalam waktu kurang lebih dua bulan terakhir harga kedelai impor terus naik, semula naiknya masih dalam batas kewajaran yakni menjadi Rp9.000 per kilogram, namun saat ini harga sudah mencapai Rp10.000 per kilogram,” katanya.
Ia menuturkan kondisi tersebut membuat perajin tempe merasa berat, karena kenaikannya di atas kewajaran, apalagi kedelai impor selama ini memang lebih bagus sebagai bahan baku tempe.
Junaedi menyampaikan setiap lima kilogram kedelai paling banyak hanya bisa dijadikan 60 tempe yang dibungkus dengan daun, sedangkan harga jual perbiji hanya Rp300.
Padahal untuk menunggu menjadi tempe siap konsumsi butuh waktu dua hari.
“Proses membuat tempe membutuhkan waktu cukup lama, mulai harus dicuci bersih, dimasak, kemudian dibungkus dan difermentasi. Waktu fermentasi sendiri paling tidak memakan waktu dua hari,” katanya.
Menurut dia dengan harga kedelai seperti saat ini keuntungan perajin sangat minim, bahkan bisa dibilang tidak ada keuntungan.
“Selain kedelai, dalam membuat tempe juga membutuhkan daun pisang dan kertas yangs emuanya harus beli, kemudian tenaga kerja juga harus dibayar. Jika kondisinya seperti ini terus perajin bisa bangkrut,” katanya.