PR yang Harus Segera Dituntaskan oleh Kemdikbud
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Sosialisasi, komunikasi dan kolaborasi menjadi tantangan besar bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini. Sejumlah isu yang muncul ke permukaan adalah akibat dari tidak adanya sosialisasi dan komunikasi dari Kemdikbud, selaku pemegang keputusan tertinggi dalam masalah pendidikan Indonesia.
Salah satu contoh adalah masalah Asesmen Nasional (AN) yang karena tidak adanya penjelasan dari Kemdikbud akhirnya menyebabkan kebingungan di masyarakat dan pelaku industri pendidikan.
Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji, mempertanyakan urgensi dan substansi dari AN, yang membuat Kemdikbud ingin AN ini diberlakukan.
Penjelasan yang selama ini disampaikan oleh pejabat Kemdikbud dan menterinya adalah pemetaan atau alat ukur. Jadi bisa menilai bahwa Kemdikbud menganggap selama ini belum ada alat ukur terkait pendidikan di Indonesia.
“Lalu yang ada sekarang ini, apakah bukan alat ukur? Padahal selama ini ada UN, PISA, Uji Kompetensi Guru, AKSI yang berubah menjadi AKM. Jadi kenapa kita sibuk bikin alat ukur baru, sementara hasil dari alat ukur yang lama tidak pernah dievaluasi,” kata Indra, saat dihubungi, Kamis (28/1/2021).
Indra memaparkan, jika dianalogikan bahwa UN itu layaknya Rapid Test dan PISA itu sebagai PCR, maka saat hasil tes keduanya positif, yang perlu dilakukan adalah membawa yang positif itu ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
“Anak Indonesia sudah dites, hasilnya reaktif saat di-rapid dan positif saat di PCR. Bukannya dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan tapi malah disuruh menunggu untuk persiapan alat ukur baru,” ujarnya.
Lalu, Indra juga mempertanyakan bahwa apakah dengan adanya alat ukur baru ini, akan berdampak pada penciptaan generasi unggul Indonesia.