Regulasi dan Kinerja, Kunci Industri TPT Indonesia Siap Berkompetisi

Editor: Makmun Hidayat

JAKARTA — Walaupun terdampak pandemi, industri tekstil dan pakaian jadi masih bertahan dan mampu membukukan kenaikan pada triwulan III 2020 setelah mengalami penurunan pada triwulan II 2020, tapi hal ini tidak cukup untuk Indonesia berkiprah di pasar global. Perlu dilakukan perbaikan regulasi dan kinerja untuk menjadikan masa pandemi ini sebagai titik awal baru industri  tekstil dan pakaian jadi (TPT).

Ekonom Ina Primiana menyatakan berdasarkan Global Manufacturing Index, ada dua industri yang paling rendah tingkat vunerability-nya, yaitu industri food beverages tobacco dan industri tekstil, pakaian jadi, leather.

“Industri TPT (tekstil dan pakaian jadi) Indonesia memang berhasil naik di triwulan III 2020. Tapi jangan senang dulu, karena daya saingnya hanya baru untuk menjaga kinerja ekspor. Tapi belum mendorong peningkatan ekspor,” kata Ina dalam acara bincang online TPT, Selasa (12/1/2021).

Ekonom Ina Primiana saat menjelaskan tentang industri TPT Indonesia dalam menghadapi pasar global dalam diskusi online terkait industri TPT, Selasa (12/1/2021). -Foto Ranny Supusepa

Ia juga menyatakan neraca pertumbuhan negatif karena pertumbuhan impor Indonesia lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor.

“Ini harus diwaspadai. Ketergantungan terhadap impor terus menguat. Dorongan impor tidak berpengaruh pada pertumbuhan ekspor. Bahkan berdampak negatif bagi pasar domestik,” ucapnya.

Sebagai bahan perbandingan, Ina menyebutkan Bangladesh dalam periode 2009 hingga 2018, mencatatkan peningkatan pangsa pasar dari 2,43 persen menjadi 4,72 persen dan rasio impor terhadap ekspor dari 14,2 persen menjadi 28,5 persen.

Lihat juga...