Daun Kelor di NTT Masih Belum Diolah Bernilai Jual

Editor: Makmun Hidayat

MAUMERE – Melimpahnya kelor atau marungga di Nusa Tenggara Timur (NTT) belum dimanfaatkan secara maskimal oleh masyarakat diproduksi dan dijadikan teh untuk menambah penghasilan.

“Teh sangat melimpah dan terbuang tetapi tidak dimanfaatkan untuk dijadikan teh kelor apalagi dijual untuk menambah penghasilan,” sebut Wenefrida Efodia Susilowati, pegiat lingkungan sekaligus pembuat teh kelor saat ditemui di rumahnya di Desa Habi, Kecamatan Kangae,Kabupaten Sikka, Senin (22/2/2021).

Susi sapannya menyebutkan, hampir semua warga di Flores maupun di NTT selalu menanam kelor di halaman rumah mereka atau di kebun-kebun para petani.

Pegiat lingkungan dan penjual minuman teh kelor, Wenefrida Efodia Susilowati saat ditemui di rumahnya, Senin (22/2/2021)-Foto: Ebed de Rosary

Daun kelor, lanjutnya juga dijual secara murah di pasar, namun tidak ada yang berpikir untuk menjadikannya minuman yang bisa dijual untuk menambah penghasilan keluarga.

Padahal menurutnya, cara membuat minuman kelor atau teh kelor sederhana saja karena hanya dijemur daunnya hingga benar-benar kering lalu diseduh dan dijadikan minuman semacam teh.

“Saya hanya membuatnya menjadi teh kelor dan menyuguhkan kepada para tamu di penginapan saya. Banyak wisatawan asing dan domestik dari luar NTT yang menyukainya,” ungkapnya.

Seorang petani asal Kecamatan Nelle yang biasa menjual daun kelor di Pasar Alok Maumere, Martinus Nong, mengaku tidak banyak menjual daun kelor di pasar karena pembeli sangat minim.

Martin sapaannya mengaku bingung dengan program gubernur NTT yang meminta masyarakat untuk menanam kelor tetapi hasil produksinya mau dijual ke mana.

Lihat juga...