Fakir dan Sabar

OLEH HASANUDDIN

TIDAK akan menyatu fakir dan sabar ini melainkan hanya pada orang yang beriman kepada Allah swt. Kefakiran akan hadir pada sikap dan perilaku orang yang beriman, karena keimanannya kepada Allah, telah mengantarkannya pada sikap penerimaan yang baik atas takdir Allah.

Orang beriman dalam menerima takdir Allah, tidak akan bertanya kenapa dan bagaimana, tapi mereka hanya akan berkata “baik”, kami dengar dan kami taat (sami’na waato’na). Sebab itu, jika mereka memperoleh limpahan kenikmatan dalam hidupnya, mereka sadar bahwa semua itu adalah wujud dari nikmat, karunia serta kasih sayang-Nya.

Sebab itu, mereka senantiasa menyambutnya dengan penuh kesyukuran. Sebaliknya, jika mereka bertemu dengan kemalangan, mereka akan menerimanya dengan kesabaran. Demikianlah orang beriman, menerima takdir Allah dengan sikap husnudzan (prasangka yang baik), kepada Allah.

Orang beriman dengan sikap fakir dan sabar,  memakaikan pakaian terlebih dahulu kepada nuraninya, baru hatinya, baru akalnya, baru tubuhnya. Nuraninya diberinya pakaian berupa takwa, hatinya diberinya pakaian berupa zuhud, akalnya diberinya pakaian berupa jujur, dan tubuhnya diberinya pakaian berupa malu. Malu untuk menampilkan hal-hal yang tidak patut, tidak pantas untuk disaksikan oleh sesama, maupun oleh Allah. Sehingga baju malu ini, akan nampak dalam bentuk adab, akhlakul karimah.

Dengan demikian, kehidupan orang beriman berbeda dengan  orang kafir, berbeda dengan orang musyrik.

Umat Islam sebab itu mesti senantiasa menghidupkan tauhid dalam dirinya. Tanpa tauhid, sesungguhnya seseorang tidaklah memenuhi makna hidup yang sejati. Kehidupan dalam pandangan agama, adalah  tauhid yang senantiasa hidup dalam diri seseorang.

Lihat juga...